Kamis, 22 Maret 2012

Butiran-Butiran Kasih

Bulan yang terpajang di langit bersinar cerah, memamerkan kemilau sinarnya yang mempesona. Diiringi bintang-bintang yang berpijar indah. Kutatap satu diantara semua yang paling indah, bagaikan gadis yang telah aku dambakan selam ini. Paling cantik dan anggun bagai dewi bintang. Sebuah sikap kelembutannya membuat aku terpesona, dialah karunia terbesar yang diturunkan ke dunia untukku oleh-Nya.
Namun tiba-tiba dalam hanyutnya lamunan, langit berubah menjadi suram, bulan pun semakin redup menyinarkan cahayanya. Kemerlip bintang-bintang hilang tertutup oleh mendung-mendung yang menghapus indahnya lukisan langit malam. Sebuah kejadian yang menyindir hatiku.
Sudah tiga minggu ini hati dan pikiranku resah, bingung dan melayang entah kemana. Seperti mengikuti perjalanan awan-awan hitam yang tebal dilangit. Mata tak kuasa menahan kerinduan yang terus merajut dalam kalbu, ingin saja aku menangis meneteskan butiran-butiran kasih yang mengendap di kedua mata. Awan hitam pun seketika menangis bercucuran menemani kesedihanku, menurunkan karunia Illahi Robbi.
Dimuka jendela kamarku, tempatku menuang butiran-butiran kasih, aku bermunajat kepada Sang Qadir yang Maha Segala-galanya.
“Ya Robb…Apakah Engkau melihat semua ini ?? Sehingga Engkau lukiskan dengan sebuah pertunjukan di atas malam ini, aku malu dengan Engkau Ya Robb…”
Dengan masih menyaksikan pertunjukan di luar kamar, hatiku semakin kacau balau, diiringi oleh suara-suara petir yang mengelegar mengetarkan relung-relung jantung dan merambat sampai ke hatiku. Tak kalah juga sinar-sinar cahaya kilat yang terus memecah pandangan mataku. Tetes demi tetes butiran kristal-kristal mendung turun mengalir dari atap rumahku dan bersamaan dengan butiran-butiran rindu yang turun dari kedua bola mataku. Menetes membasuh selembar foto yang ku genggam sejak tadi dengan tangan kasarku dan nampak kusut. Sebuah gambar gadis belia yang anggun mempesona dengan parasnya yang cerah dan tersenyum indah. Yang tak bosan-bosannya kedua indra penglihatanku menatap lekat pada foto pengobat rindu itu.
Setelah sekian lama aku melegahkan hatiku, tiba-tiba bunyi ketukan pintu kamarku yang membuyarkan semua lamunanku.
“ Tok…tok…tok, Dik, Dika….segera tidur nak…!!! Ingat besok sekolah…”
Ternyata itu adalah suara ibundaku yng selama ini membimbing dan mengasihiku. Karena sejak aku berusia tiga tahun aku sudah ditinggal oleh ayahku. Seger aku usap butiran kasih yang mengalir membasahi pipiku. Ku ucapkan selamat malam dan selamat tidur pada mendung, hujan, petir, kilat yang sejak tadi menemani dalam rintihanku. Kututup tirai jendela kamarku dan kurebahkan tubuh lemasku pada kasur peneman setia dalam tidurku. Sebelum aku memejamkan kedua selaput bola mataku, tak lupa aku selalu menatap foto gadis pujaan hatiku. Sambil berdo’a kepada sang Maha Kuasa.
“ Ya Robb, aku mohon pertemukanku dengan gadis pujaan hatiku yang selama ini meninggalkanku. Jagalah dia selalu dan lindungi dia dengan rahmat dan kasih-Mu…!!!”
Segera aku menutup kedua selaput kelopak mataku yang telah membiru dan lebam akibat mecucurkan butiran kristal-kristal pengobat kesediahan. Dalam lelap tidurku, ku peluk erat-erat foto gadis yang selama ini membuat aku tergila-gila dan ak bisa tuk melupakannya, ku harap malam ini adalah malam yang terindah bagiku, juga hatiku.
********
“ Kukuruyukkk…” Suara nyanyian ayam jago yang diiringi bunyi jam bekker di sampingku, “ Kring…Kring…Kring…!! “ Akupun terbangun dan mengencangkan seluruh otot-otoku yang semalaman berhenti tak bekerja. Tidurku tadi malam begitu nyenyak sekali sampai-sampai tak terasa hari sudah pagi. Mimpi pun sepertinya tak menemani tidurku. Mungkin dia malu atau merasa kasihan akan diriku.
Akupun turun dari ranjang dan membuka tirai jendela kamarku. Sungguh keagungan Sang Khaliq. Sang surya di ufuk timur dengan menyombongkan cahaya indahnya bersinar menembus kaca jendela kamarku dan membikin silau kedua matakau. “ Pagi hari yang begitu indah “ ungkap dalam benakku.
Akupun langsung mengunjungi kamar mandiku untuk melaksanakan rutinitasku untuk mensucikan badan dari hadast dan bau-bau yang tidak bersahabat. Terus aku segera ganti seragam, sarapan dan pergi menuntut ilmu sebagai bekal tuk menggapai cita-cita. Sebelum berangkat aku pamit dan mencium tangan ibundaku tercinta.
“ Assalamu’alaikum…”
“ Waalaikum salam, hati-hati di jalan nak… sekolah yang sungguh-sungguh dan belajar yang rajin…!!!”.
Sebuah pesan dari ibundaku yang tak bosan-bosannya diucapkan dari lidah petuah beliau. Akupun selalu ingat pesan itu dan itu adalah sebagai motivator dalam hidupku.
********
Sesampai di SMA Tunas Harapan II Surabaya, yaitu tempat disitu aku menggali ilmu sebanyak-banyknya dan disitu pula aku kenal dan mengukir dinding-dinding cinta kasih dalam hatiku bersama dia. Dewi, seorang gadis pujaan hatiku yang Selma ini meninggalkanku. Sudah hampir satu bulan ia pergi, pindah sekolah ke Jakarta. Dimana tempat Papa Mamanya mengadu nasib. Sementra dulu ia tinggal bersama nenek, bibi dan Tini adik sepupunya yang juga sekolah denganku, namun beda kelas. Dia masih kelas satu, dua tahun dibawahku.
Seperti biasanya bel istirahat berdering, aku langsung menemui Tini di ruang kelasnya, ternyata hari ini sungguh beda dengan hari-hari sebelumnya. Aku merasakan suatu hal yang aneh. Sebuah keganjalan yang menindih hati dn pikiranku, sepertinya ada apa-apa dengan Dewi. Dan yang tahu keadaannya adalah Tini, namun hari ini Tuhan berskenario lain. Kelihatannya hari ini dia tidak msuk sekolah karena biasanya dia sudah berada di depan kelasnya sebelum kedatanganku.
Pikranku berubah menjadi bingung, bingung memikirkan bagaimana dan apa yang harus aku lakukan lagi untuk mengetahui bagaimana keadaan Dewi sekarang. Dengan dibalut kebingungan dan firasat mengatakan bahwa ada Sesuatu yang terjadi pada Dewi. Tiba-tiba Tuhan menolongku. Teman Tini mendatangi aku yang berdiri kaku sendirian.
“ Hai mas, lagi cari Tini ya…”
“ Oh ya, emangnya kamu thu Tini kemana ? “
“ Iya aku tahu mas, Dia hari ini tidak masuk sekolah, tetapi kemarin waktu dia masuk, dia menitipkan sepucuk surat ini untuk diberikan kepada mas hari ini. Mungkin dalam surat ini mas dapat tahu semuanya..”
“Oh…gitu ya, Terima kasih banget ya…”
“ Sama-sama mas..!!!
Dia langsung meninggalkan aku sendirian lagi, dalam benakku selalu berfikiran tidak enak terus, tumben-tumbennya Tini mengirimkan aku sebuah surat. Dengan kedatangan surat ini aku semakin mengindap penasaran untuk segera mengetahui isi surat ini. Segera aku mencari tempat yang sepi, yaitu toilet siswa yang bisa sering aku gunakan sebagai tempat tuk merenung dalam kesedihan. Di dalam situ aku langsung membuka surat dari Tina agar aku mengetahui semua isi dibalik surat ini. Namun mengapa hati ini takut tuk membukaya, padahal pikiranku dari tadi dihujani oleh sebuah penasaran, tak apalah, aku beranikan diri untuk membuka surat dari Tini.


To : Mas Dika Surabaya, 01 September 2009
From : Adik Tina

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Mas Dika, dengan datangnya surat ini aku mau memberi tahu kepada mas Dika. Sebelumnya aku minta maaf sebanyak-banyaknya dan sebenarnya aku juga tidak tega memberi tahu semua ini sama mas Dika . mas, jujur aku merasa kasihan dengn mas Dika, tapi demi kebaikan mas Dika juga agar mengetahui semuanya dan tidak lagi penasaran.
Sebenarnya hari ini aku tidak masuk sekolah karena pergi ke Jakarta sama ibu dan nenek untuk menjenguk kak Dewi, penyakitnya sedang kambuh mas, sebenarnya semenjak dari dulu dia sudah mengindap penyakit kanker otak, namun semua hal itu dia rahasiakan dari mas Dika dan aku juga tidak boleh memberi tahu kepada mas Dika karena dia kasihan sama masa Dika apabila tahu pasti sedih.
Dia difonis sama dokter kalau usianya tidak lama lagi. Hidupya tinggal tiga bulan lagi. Sebagai adik sepupunya aku sangat sedih banget mas, apalgi mas Dika yang sebagai kekasihnya pasti juga sangat sedih banget, dan sebenarnya kak Dewi pindah sekolah itu bukan hanya karena alasan tinggal sama Papa dan Mamanya, tetapi melainkan juga karena dia takut penyakit yang dia derita , mas Dika ketahui.
Sebenarnya aku juga sudah berdusta pada kak Dewi, karena sudah menceritakan semua rahasia ini kepada mas Dika, kalau dia tahu mungkin pasti dia marah padaku. Tetapi aku lebih kasihan lagi kalau mas Dika tidak mengetahui keadan kak Dewi, sekali lagi aku minta maaf sebanyak-banyaknya kepada mas Dika karena aku tahu mas Dika pasti sedih dan sakit sekali saat mendengar berita duka ini.
Mungkin itu saja mas dariku yang sabar dan tabahknlah hatimu, jangan menyerah dan putus asa dengan semua cobaan ini, hadapilah dengan hati tegar. Aku yakin mas Dika pasti bisa kok…
Wassalamu’laikum Wr. Wb
Ttd
Adik Tina.

Sedih rasanya hatiku setekah membaca semua isi surat dari Tina dan aku jadi ingat, pantas dulu Dewi pernah jatuh pingsan dan dia sering sakit kepala, tapi setiap aku tanyai, katanya “ Tak apalah hanya pusing biasa “ aku sungguh merasa bersalah karena dulu aku tidak begitu memperhatikan Dewi, sekarang aku hanya bisa menyesali semua.
Kedua mataku sepertinya tidak bisa membendung air mataku lagi, ingin rasanya aku menangis sepuasnya. Rasa sedih yang sesak menusuk hati dalam rongga dadaku. Terasa sakit dan perih sekali, rasanya raga ini tak bersemangat untuk hidup lagi. Aku merasa sebuah cobaan ini terasa berat tuk aku pikul. Bagiku dia dalah sebuah titipan yang diberikan untukku. Aku tidak mau kehilangan dia untuk kedua kalinya. Aku sungguh benar-benar sayang dan mencintainya. Walau sedih yang aku emban ini terasa berat, namun aku harus tegar menghadapu semua kenyataan in. aku harus bisa mensuport dia agar tetap semangat untuk hidup. Mungkin ini sebuah takdir dari Tuhan sang Hayat.
“ Ya Robb…berilah aku kekuatan untuk menghdapi ujian-Mu ini !! ”
“ Teng…teng…teng…” bunyi bel sekolah pertanda waktunya masuk kelas. Aku yang belum puas tuk menangis memaksa memberhentikan tangisanku. Ku usap air mataku dnegan basuhan air di toilet. Sungguh segar sekali dan menambah kesejukan hatiku, setelah aku membersihkan diri aku segera menuju ke kelasku, karena aku takut terlambat.

********
Sesampai di kelasku, aku masuk dengan tenang dan wajah berpura-pura ceria, agar teman-temanku tidak pada curiga melihat wajahku yang sehabis menangis, tapi dilihat dari sorot mata teman-teman sepertinya mereka menyimpan sejuta kecurigaan terhadap aku. Aku pun menundukkan kepala dan duduk di tempat dudukku. Sedangkan Jodi temanku sebangkuku menatap aku keheranan dengan raut muka yang berisi beribu-ribu pertanyaan.
“ Dika, aku lihat akhir-akhir ini kamu beda, nggak ceria seperti dulu lagi, semenjak kamu ditinggal sama Dewi, wajahmu selalu murung dan kusut, sepertinya pakain yang belum disetrika,emangnya kamu ada masalah apa lagi sih..?? “
“ Terima kasih Jo atas perhatianmu pdaku, tapi tenang sajalah aku nggak ada apa-apa,meliankan badanku sedikit agak nggak enak ! “
“ Jujur sajalah sama aku,mana Dika yang dulu ? sudah hampir tiga tahun kita berteman brow, terbuka saja sama aku !! mungkin aku dapat membantu menyelesaikan masalahmu “
“ Sudah Jod, aku nggak ada masalah apa-apa kok, itu Bu Shinta sudah datang tuh,jangan ngomong saja !!! “
Jam terakhir adalah pelajaran fisika yang menurutku adalah pelajaran yang paling rumit, tetapi tak ada satupun materi yang masuk alam otakku, karena aku masih bingung tuk memikirkan keadaan Dewi. Tak lama kemudian bel pun bertabuh keras pertanda waktunya untuk pulang, ku kemasi buku-bukuku dan aku masukkan ke dalam ransel hitamku.
********
Sesampai di luar gerbang tempat ku menimba lautan ilmu pengetahuan, aku pun segera pulang untuk memberitahu kepada ibundanku mengenai kabar duka ini. Rumahku tak jauh dari sekolahku, jaraknya sekitar setengah kilometer. Sembari melangkahkan kedua kakiku satu persatu , aku pun masih memikirkan tentang keadaan Dewi, melamun dalam angan-angan tuk menjenguknya, membayangkan apabila dia sembuh, aku akan mengajaknya ke taman bunga, memetikkan bunga yang paling indah untuknya, dan aku akan persemayamkan diselipan daun telinganya, alangkah cantiknya dia.
Tiba-tiba keasyikan melamun, bayangan-bayangan yang tercipta dalam anganku semburat hilang ketika mata dalam pandangan kaburku melihat dari beberapa meter ada mobil truk container yang melaju secepat cheetah yang hendak menangkap mangsa. Sambil diserukan beberapa kali bunyi klakson, sungguh tak sadar aku telah berjalan ke tengah jalan raya. Ingin kuberanjak dan lari dari maut yang mau menerkamku. Tetapa apa daya, tubuh yang lemas ini sepertinya tidak bisa diajak berpindah tempat dan kedua kakipun juga sulit sekali tuk digerakkan. Sepertinya takdir telah memegangi kedua kakiku.
“ Tott,…tott…tooott,,,cieett…brakkk…..!!!”
Tubuhku terpental empat meter dari tempat awalku berdiri, sekujur raga ini berlumuran darah, rasa sakit tak aku rasakan. Aku tergeletak tak bergerak. Namun jantung dan pru-paruku masih bekerja normal. Tempurung otakku bocor dan retak, sehingga aku tidak ingat apapun, yang aku ingat hanyalah Dewi. Dalam memoriku hanya ada wajah dan nama Dewi. Entah mengapa dia masih terngiang-ngiang dalam sanubariku. Dia masih menghuni otakku. Bayangan selamat dari maut yang telah mendelete semua data-data dalam folder-folfer yang hampir delapan belas tahun aku simpan di dalam flash yang berkapasitas jutan bytes. Sungguh tiada guna hidup ini.
“ Ya Robb, mengapa tidak kau suruh saja malaikat izroil untuk mencabut nyawaku ini, agar sirna dari raga yang sudah tak berdaya dan tak ada gunanya ini”.
Aku pun termenung sejenak dan menyelam dalam fikiran jernih, mungkin di balik semua ini, Tuhan berkehendak lain bagi aku dan Dewi.
“ Astaghfirullah Aladzim..Ya Rob.., seharusnya aku harus bersyukur kepada-Mu ,karena kau tidak mentakdirkan untuk mengambil nyawaku dan memberi kesempatan aku untuk masih hidup dan mungkinkah Engkau akan mempertemukan aku dengan Dewi”.
Semua orang mengepungku bagai menonton sebuah pameran, polisi pun juga datang dan seorang perempuan tua yang menangis keras datang mengoyang-goyang ragaku dan mengangkat kepalaku. Dalam penglihatan mataku yang sedikit terpejam sehingga samara dan rabun, karena aku dalam keadaan setengah sadar, namun kedua indera pendengaranku masih normal. Terdengar suara mobil polisi, ambulance dan gemuruh suara orang-orang yangberkerumun berkeliling disekitarku.
“ Dika…Dika…sadar nak !!! nih..bunda nak..!!!”
Suara jeritan seorang ibu-ibu yang kelihatannya tidak tega dan tidak rela dengan semua ini. Ragaku dibopong dan dimasukkan dalam mobil ambulance. Kemudian melaju kencang menuju rumah sakit.
********
Sesampai di rumah sakit, aku pun segera dioperasi dan dirawat disana. Seorang perempuan yang mengaku sebagi bundaku terus saja menangis dan menemani di sampingku. Setelah proses operasi selesai, lalu aku dipindahkan ke kamar perawatan. Tak lama kemudian aku pun tersadar dari tidur pingsanku. Aku mengeleng-gelengkan kepalaku, mengoyang-goyangkan seluruh tubuhku, berusaha menggerak-gerakan seluruh bagian tangan dan kakiku dan mulutku terus memanggil-mangil nama Dewi dengan suara rintih dan lirih.
“ Dewi..Dewi…Dewi…cepatlah sembuh Dew, aku ingin bertemu dengan mu”
“ Alhamdulillah Dik, ternyata kau sudah sadar, emangnya Dewi kenapa nak..?”
“ Siapa kau ?? Aku hanya ingin bertemu dengan Dewi “ dengan nada sedikit memarahi.
“ Ini ibundamu nak. Tenanglah kau akan sembuh !”
“ Apakah kau benar-benar ibundanku ??” aku bertanya tuk memastikan dan menggali benar.
“ Iya nak, ini benar ibundamu “ dengan menyakinkanku dan tak kuasa menahan rintihan tangisnya.
Setelah selang beberapa waktu kemudian datang seorang dokter yang menyampaikan beberapa pinta ke ibundaku.
“ Anak ini bisa sembuh lukanya, tetapi dia mengalami kelainan akibat benturan yang sangat keras pada kepalanya dan pendarahan di otaknya. Dia mengalami gagar otak, sehingga anak ibu amnesia (hilang ingatan)”
“ Apa dok amnesia ? kaget ibundaku ketika mendengar ungkapan dari dokter yang tekah menanganiku, beliau malah menangis menjerit histeris dan aku merasa kasihan dengannya.
“ Tapi ibu nggak usah khawatir.penyakit amnesia anak ibu bisa disembuhkn kok. Bawa saja anak ibu ke rumah sakit Nusa Indah di Jakarta. Disana anak ibu akan ditangani oleh dokter-dokter specialis otak dan dengan alat-alat yang sudah cangih.”
“ Tapi kira-kira sampai berapa dok biayanya ??”
“ Kira-kira hampir dua ratus lima puluh jutaan. Tapi aku sarnkan bawa saja anak ibu kesana. Kesehatan anak ibu lebih penting dan berharga dibanding uang dua ratus lima puluh juta. Minta dan serahkan sajalah semua ini pada Allah SWT !!!”
“ Terima kasih dok atas semua sarannya !”
Dari wajah bunda kelihatan beliau bingung memikirkan biaya untuk pengobatanku di Jakarta.
“ Bunda, Bunda tidak perlu memikirkan biaya untuk pengobatanku, gara-gara aku bunda jadi repot. Biarkan aku kayak gini saja. Aku sudah bersyukur karena aku masih diberi hidup ”
“ Kamu jangan ngomong gitu nak, !! ini sudah menjadi tanggung jawabku”
“ Emang ayah kemana, bun..?”
“ Ayahmu sudah meninggal, beliau meninggal sejak kau masih kecil sekitar berumur tiga tahun” bunda tambah sedih setelah mengingat ayah yang sudah meninggal.
“ Maafin aku bun,..iya kau ingin lekas sembuh, agar aku bisa menjenguk Dewi bun..”
“ Emangnya ada apa dengan Dewi nak ?? sejak dari tadi kamu kok menyebut-nyebut namanya terus ??” ibunda bertanya keheranan.
“ Dia telah mengindap penyakit kanker otak bun..dan dia difonis dokter bahwa usianya tingala tiga bulan lagi…”
“ Apa…?? Inalillahi waina illahi raji’un ..”
Bunda pun kaget ketika mendengar berita duka ini. Air mataku tak kuasa mencair mengalair dan mebnajiri kedua pipiku.
********
Keesokan harinya kami jadi terbang ke Jakarata untuk mengobati amnesiaku
Tiba disana aku langsung di bawa ke ruang operasi. Disana aku ditangani oleh dokter-dokter ahli specialis otak dengan alat-alat yang super canggih dan aneh.
Alhamdulillah proses pengoperasian berjalan dengan lancar selama dua jam. Setelah selesai, kemudian aku dipindah ke ruang perawatan yang bernomor pintu 08. lima hari kemudian ingatanku mulai pulih. Aku sudah diperbolehkan untuk pulang ke rumah. Beranjak dari kamar aku, aku dan ibundaku hendak mengurus administrasi, dalam perjalanan kami kau teringat dengan dua orang yang sepertinya aku kenal. Kedua orang tersebut ternyata adalah orang tuanya Dewi. Langsung aku berfikir spontanitas. pasti Dewi juga dirawat disini. Aku memanggil mereka dan ibundaku juga. Kami pun bersalam-salaman karena sudah lama sekali tidak bertatap muka.
“ Om..Tante.. apakah Dewi juga dirawat dirumah sakit ini ??”
“ Iya nak Dika, Dewi dirawat di kamar 09”
Sungguh hatiku bahagia sekali dan tidak dapat diungkapkan dengan sebuah kata-kat. Bagai pucuk dicinta ulam tiba. Tuhan memang sayang sama aku dan mendengar do’a-do’aku. Aku bersyukur kepada-Nya, Dia memang sutradara Yang Maha Luar Biasa.
Kemudian kita menuju kamar 09 yang mana adalah kamar yang berada di samping kamar tempat aku di rawat sebelumnya. Sunguh diriku tak kuasa menahan tangis bahagia, namun hatiku pun masih dirajut kesedihan. Dia masih terbaring lemas di atas ranjang. Dengan jarum infuse yang masih menusuk tangan lunglainya. Dia masih belum sadarkan diri.
“ Dew..bangun Dew…!!! Bangun Dew dari tidurmu !! nih aku Dika”
Aku pu meneteskan butiran-butiran kasih yang tak dapat dibendung oleh kelenjar air mataku. Sambil kugenggam tangan lemasnya yang mungil dan lembut. Ku kecup punggug telapak tangannya yang putih bening sebagai pengobat rinduku padanya. Tak lama kemudian, sepertinya dia mau sadar, jemari kecilnya bergemulai, bergerak merasakan getaran cintaku yang ku transfer kepadanya lewat kecupan ku tadi. Mungkin dia tahu akan kehadiranku di sisinya.
“ Ma, Pa…Ma, Pa…apakah Dika ada disini ?” Dia sepertinya merasakan geraran cintaku padanya, dia berusaha mengeluarkan sepetik omongan namun masih pelam dan rintih dan terbata-taba.
“ Ya Dew aku disini akan setia menemanimu dalam melawan ujin yang kamu derita ini. Cepat sembuh Dew, aku rindu akan keceriaan dulu “
“ Mas Dika, maafin semua kesalahanku, selama ini aku sudah membohongi dan merahasiakan hal ini kepada mas Dika” dengan suara lirih.
“ Jangan berkata seperti itu Dew, kamu nggak salah kok, justru aku yang merasa bersalah, karena aku kurang memperhatikanmu, kalau masalah hal ini, aku sudah diberi tahu semuanya sama Dik Tini”
Sesuai jadwal, jam 00.30 nanti Dewi akan mengalami operasi dan pemulihan kanker otaknya.
********
Jam dinding rumah sakit sudah menunjukkan pukul 00.30 Dewi langsung di bawa ke ruang operasi. Kami pun menunggu di luar ruang operasi dengan hati yang tegang tidak karuan. Namun selalu diiringi do’a-do’a untuk kelancaran pengoperasian Dewi. Tubuhku panik tak terkendali. Aku mondar-mandir sana sini. Disitu juga ada Tini yang selalu menenangkan hatiku tuk selalu sabar.
Pengoperasian pun berlangsung dua setengah jam lebih. Kemudian Dewi pun beranjak dari ruang operasi kembali ke kamar semula dia dirawat. Kata dokter tiga hari kemudian dia boleh di bawa pulang ke rumah. Aku pun selalu menemani disampingnya sampai dia pulang. Meski dia difonis usianya tidak lama sekitrar tiga bulan lagi. Tapi aku ingin mengisi sisa waktu hidupnya dengan sejuta kasih sayang. Aku ingin membuat dia selalu tersenyum ceria melupakan apa yang di deritanya. Meski hati ini sebenarnya tak rela akan kepergiannya. Namun apalah arti semua ini, ini hanyalah sebuah takdir yang tidak dapat dipungkiri lagi. Takdir yang telah mencipta butiran-butiran kasih dalam cerita cinta ku yang menjadi drama dalam hidupku. “ Dew, mengapa semua ini ditakdirkan kepada jalinan asmara kita, sepertinya Tuhan tidak begitu adil…”

Write by :
Hassan Moch Noer.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar